Demo Susulan, Ratusan Warga Sadaniang Kembali Protes PT AHAL di Mempawah
![]() |
Aksi unjuk rasa warga Desa Bumbun Kecamatan Sadaniang di Kantor Bupati Mempawah terkait polemik dengan PT AHAL. Foto Prokopim Mempawah |
JURNAL GALAHERANG - Hampir 500 warga Dusun Nangka, Desa Bumbun, Kecamatan Sadaniang, kembali menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Bupati Mempawah, Kalimantan Barat, Kamis, 25 September 2025.
Aksi ini merupakan lanjutan dari demonstrasi sebelumnya pada 25 Agustus 2025 lalu, yang saat itu hanya diikuti sekitar seratusan warga.
Kali ini jumlah massa meningkat signifikan, menandakan kekecewaan masyarakat yang semakin mendalam terhadap keberadaan perusahaan perkebunan PT AHAL.
Sekitar pukul 11.30 WIB, warga tiba dengan tertib di halaman Kantor Bupati Mempawah di Jalan Daeng Manambon. Aparat gabungan dari Polres Mempawah, Kodim 1201/Mpw, Satpol PP, Brimob Polda Kalbar, serta Yonmarhanlan XII Pontianak sudah bersiaga untuk melakukan pengamanan.
Dalam aksinya, massa membawa poster berisi protes dan tuntutan agar pemerintah daerah segera menindaklanjuti persoalan PT AHAL. Mereka menilai perusahaan yang sudah 13 tahun beroperasi di Dusun Nangka tidak memberi manfaat berarti bagi masyarakat setempat.
Bupati Mempawah, Erlina, turun langsung menemui massa. Ia didampingi Kapolres AKBP Jonathan David Harianthono, Dandim 1201 Letkol Czi Ali Isnaini, Wakil Bupati Juli Suryadi Burdadi, dan Sekda Ismail.
Perwakilan warga, Iman Lewi, menegaskan unjuk rasa ini digelar karena masyarakat merasa diabaikan.
Baca juga : Pemkab Mempawah Siap Jadi Garda Terdepan Selesaikan Persoalan di Sadaniang
Menurutnya, selama 13 tahun PT AHAL hanya memperkerjakan satu orang warga Dusun Nangka sebagai Buruh Harian Tetap (BHT), sementara lainnya hanya sebatas Buruh Harian Lepas (BHL).
“Bayangkan, selama 13 tahun warga kami seperti dijajah. Bahkan untuk kebun plasma, masyarakat hanya menerima Rp14 ribu per tahun, atau setara seribu rupiah lebih per bulan,” tegas Iman Lewi.
Dalam pernyataannya, warga menuntut agar lahan sekitar 100 hektare yang belum diganti rugi tanam tumbuh (GRTT) dan masuk ke dalam peta HGU segera dikeluarkan. Selain itu, mereka meminta sekitar 700 hektare lahan yang sudah di-GRTT namun ditelantarkan, dikembalikan kepada masyarakat.
Penulis : Apri